Suatu siang, di KRL ekonomi menuju Depok, Jawa Barat penumpang berjejalan, hampir-hampir tidak ada tempat untuk bisa berdiri nyaman. Konsekuensinya, semua berbagi aroma tubuh. Berbagi keringat. Kulit tanpa sengaja bersentuhan. Situasi hidup yang menggambarkan titik terbawah: mempertahankan ruang hidup yang paling cukup untuk sekadar berdiri dan tersangkut pada gerbong KRL. Lumayanlah mereka yang lebih dulu masuk ke KRL ini. Mereka duduk pada kursi jingga yang keras.
Tapi, adalah seorang ibu yang menggendong puteri kecilnya dan terpaksa berdiri, bergelayut ke sana kemari dengan bahu menanggung beban. Yang lain adalah seorang ayah dengan anak lelaki yang dibopong dengan satu lengannya, sementara lengan yang lain berpegangan.
Aku tidak melihat keduanya berprakarsa meminta maaf atau permisi pada orang-orang yang nikmat duduk tanpa beban. Juga aku tidak melihat keinsyafan pada orang-orang di sekitar kedua orang yang kerepotan itu. Tidak juga pada serombongan ibu yang sedang asyik berbagi jeruk sambil bercerita dalam suatu bahasa lokal.
Kemudian, seorang lelaki meminta perhatian dengan suara merendah kepada rombongan ibu-ibu apakah boleh dua orang yang kerepotan itu untuk duduk. Lalu, mereka berdua merasakan lega. Beban mereka ditopang oleh kursi oranye keras KRL Ekonomi.
Hidup adalah berbagi. So, mari berbagi…..