Home BERITA Tolak Desakralisasi

Tolak Desakralisasi

0
Ilustrasi: Gereja St. Joseph Matraman, Jakarta Timur. (Mathias Hariyadi)

Rabu, 9 November 2022

  • 47:1-2,8-9,12;
  • Mzm. 46:2-3,5-6,8-9;
  • 1Kor. 3:9b-11,16-17;
  • Yoh. 2:13-22.

TEMPAT yang sakral dan suci, mestinya menjadi tempat yang kita hormati dengan menjaga sikap dan perkataan kita

Di tempat yang sakral itu kita diharapkan semakin peka akan kehendak Tuhan, sehingga kita bisa terhindar dari berbagai sikap penyalahgunaan yang hanya mengarah pada diri sendiri.

Kesadaran yang dalam membuat kita terluput dari dorongan untuk menyalahgunakan tempat yang sakral itu.

Jangan sampai kita menjadikan tempat sakral untuk menebar kebencian dan memecah belah persatuan, mengalihfungsikan komunitas kita menjadi tempat gosip dan mengalihfungsikan hati kita menjadi tempat bersemayam bagi iblis.

Yesus ingin agar hati kita menjadi termpat bersemayam bagi-Nya.

Ancaman politik identitas mulai menebar aromanya dalam hidup ruang-ruang publik.

Hal ini pantas menjadi kewasdaan bersama, karena luka akibat politik identitas yang pernah terjadi di tahun 2018 pada pilgub itu masih terasa sampai saat ini.

Ruang sakral dan suci waktu itu beralih menjadi ruang untuk mencaci dan menyebarkan kebohongan bahkan ancaman.

Jangan sampai hal itu terulang lagi, hanya demi tujuan sesaat tempat sakral yang menjadi ruang batin untuk maneges kehendak Tuhan dirusak dan dialihfungsikan.

Dalam bacaan Inji hari ini, kita dengar demikian,

Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: “Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan.”

Maka teringatlah murid-murid-Nya, bahwa ada tertulis: “Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku.”

Tuhan Yesus murka karena rumah Allah dialihfungsikan sebagai pasar tempat sarang penyamun.

Rumah Allah yang seharusnya menjadi tempat cinta kasih diwartakan, malah dialihfungsikan sebagai tempat berjualan, mencari untung, bahkan menjadi tempat di mana kebencian bertumbuh.

Rumah Allah yang seharusnya dipakai sebagai tempat untuk bersatu dalam doa, malah dipakai menjadi tempat untuk memecah-belah.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku telah menjadikan tempat doa yang sakral menjadi tempat untuk manages batin mencari kehendak Allah dalam hidupku?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version