Home BERITA Tragedi di Malam Kesenian

Tragedi di Malam Kesenian

0
Ilustrasi: Saatnya harus turun panggung (Flickr)

Puncta 10.01.23
Selasa Biasa I
Markus 1:21b-28

WAKTU saya menjadi siswa di Seminari Mertoyudan, Romo Martinus Soenarwijaya SJ menjadi rektor kami.

Beliau pribadi yang tegas dan berwibawa. Kata-katanya pelan, santun tetapi punya daya kekuatan membuat para siswa hormat dan segan.

Suatu kali ada acara Malam Kesenian di aula besar Seminari. Kami dari warga Medan Madya mengisi fragmen kelahiran Yesus secara kontemporer, terinspirasi dari film Jesus Christ Super Star yang waktu itu lagi ngetren dengan lagunya yang populer I don’t know how to love Him.

Karena di seminari semua penghuninya adalah laki-laki, maka pemeran Maria juga dimainkan oleh salah satu siswa dengan pakaian wanita.

Pemeran Maria ini terlihat “judes” atau mungkin terlalu over-acting sehingga menimbulkan tertawaan dari para penonton.

Melihat reaksi para penonton yang tertawa-tawa karena kelakuan pemain di panggung, Romo Rektor langsung berdiri dengan tangan dilipat di dada dan wajah yang tegang memerah, dagu mengeras seperti menggigit sesuatu.

Fr. Priyo Pujiono SJ peka dengan gelagat tidak baik langsung naik ke sisi panggung dan membuat tanda cut kepada kami para pemain dengan tangan menebas lehernya.

Petugas layar langsung menurunkan kain layar di panggung. Pertunjukan dihentikan dengan paksa. Romo Rektor langsung pergi meninggalkan acara dengan diam.

Kami semua dipanggil di kamar Romo Rektor. Romo Rektor hanya berkata pendek, “Apakah kamu rela, jika ibumu dijadikan bahan tertawaan?”

Seperti ada palu godam menghantam ulu hati kami.

Edi “Bemo” sebagai sutradara mewakili kami meminta maaf kepada Romo Soenar. “Jangan diulangi lagi…,” kata beliau singkat, padat dan tegas.

Kami kembali ke Medan Madya dengan lega.

Dalam Injil, Yesus menunjukkan pengajaran-Nya dengan penuh kuasa. Tidak seperti ahli-ahli Taurat. Mereka takjub mendengar-Nya.

Pengajaran-Nya dilakukan dengan kewibawaan, yaitu mengusir kuasa roh jahat yang mengganggu seseorang.

Roh jahat merasa terganggu dengan kehadiran Yesus. Ia tahu siapa Yesus sesungguhnya. Maka dia berkata, “Aku tahu siapa Engkau; yakni Yang Kudus dari Allah.”

Dengan kuasa-Nya Yesus menghardik roh itu untuk keluar. Roh jahat itu tunduk pada perintah Yesus.

Maka semua orang takjub dan heran. Mereka mempergunjingkan-Nya, “Guru ini berkata-kata dengan kuasa. Roh-roh jahat pun Ia perintah, dan mereka taat kepada-Nya.”

Peristiwa itu lalu menjadi buah bibir di wilayah Galilea.

Orang yang berwibawa itu tercermin dari kharisma dan performanya. Kharisma itu kekuatan dari dalam, sedang performa itu muncul dari luar dirinya.

Kharisma seseorang membuat orang lain menaruh hormat dan taat. Sabda Yesus ditakuti oleh roh-roh jahat yang mau merusak manusia.

Yesus menunjukkan kharisma-Nya dari Allah. Roh jahat itu menyebutkan, “Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.”

Kehadiran Yesus menunjukkan bahwa Kerajaan Allah sudah datang secara nyata. Kuasa jahat yang merusak sudah dikalahkan-Nya.

Marilah kita makin percaya pada sabda-Nya dan mengikuti ajaran serta hukum-hukum-Nya demi kebahagiaan kita.

Kata-kata punya daya luar biasa
Dia bisa menunjukkan wibawanya
Yesus adalah Guru penuh kuasa
Roh jahat pun tunduk kepada-Nya.

Cawas, percaya pada kekuatan sabda…

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version