Rabu, 31 Maret 2021
Bacaan I : Yesaya 50:4-9a
Injil : Matius 26:14-25
“SEMUA uang yang kamu hasilkan tidak akan pernah membeli kembali jiwamu.” – Bob Dylan
Dalam cerita Angkrigan salah satu program TVRI Yogyakarta, dikisahkan Plenthong seorang anak yang begitu matre.
Suatu ketika dia disuruh mengantar surat cinta salah satu tokoh kepada gadis pujiannya. Plenthong mau mengantar surat itu asal diberi imbalan, atau dibayar.
Disepakati Plenthong mendapat bayaran lima puluh ribu rupiah.
Ketika mengantar surat cinta tersebut, di tengah jalan Plenthong bertemu dengan pemuda lain yang juga menaruh hati pada gadis yang akan dikirimi surat cinta tersebut.
Pemuda itu membujuk Plenthong supaya mau memberikan surat cinta di tangannya dan menggantinya dengan surat cinta pemuda tersebut.
Plenthong mau asal dia dibayar dua kali lipat dengan bayaran yang pertama. Maka disepakati Plenthong akan mengantar surat cinta dengan mendapat bayaran seratus ribu.
Jika uang menjadi orientasi dalam bekerja dan bertindak, maka jangan harap komitmen dan kesetiaan.
Karena yang dipikirkan hanya uang, maka Plenthong tidak peduli atas kegagalan tugasnya. Ia tidak merasa harus bertanggungjawab atas kegagalan misi yang tengah diembannya.
Plenthong dengan mudah mengkhinati kepercayaan orang lain, ketika ada tawaran yang lebih menguntungkan.
Ketika uang atau harta yang menjadi tujuan maka kita akan menjadi pribadi yang kerdil dan tidak berkembang dalam aspek belarasa dan belas kasih, serta tanggungjawab.
Karena hati kita tertutup dengan perhitungan untung dan rugi, kita menjadi orang rakus dan tidak berperasaan. Kita tega melakukan apa saja asal mendapatkan uang.
Yudas rela menghianati Yesus karena hatinya hanya tertuju pada uang dan ingin memperkaya diri dengan harta benda dengan segala cara termasuk menjual Tuhan.
Yudas menjual Yesus untuk memenuhi syahwatnya.
Apakah saya menjadi pribadi yang mencintai Tuhan atau saya adalah orang yang memperdagangkan dan menjual Tuhan Yesus demi keuntungan diri sendiri?