Perjalanan di gurun tadi kemudian dipakai untuk membaca kembali pengalaman mengarungi kehidupan ini. Manakah tujuan hidup yang sesungguhnya? Bagaimana mencapainya? Masihkah Yang Maha Kuasa memberi makanan seperti dulu? Dalam cara apa? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini bisa dianggap sepi, bisa dibesar-besarkan, tetapi dapat pula ditekuni dalam dialog batin. Bagaimana mengarungi gurun kehidupan ini dengan selamat sampai ke tujuan? Dalam hubungan inilah Yesus menampilkan diri kepada orang-orang sezamannya sebagai makanan bagi kehidupan yang turun dari surga. Begitulah, bila orang mau menerimanya dan menyatu dengannya, kehidupannya akan dirasuki surga. Inilah yang ditampilkan dalam Yoh 6:51-58 yang dibacakan pada hari Minggu Biasa XX tahun B.
“DAGING” dan “DARAH”?
Yesus memakai cara bicara yang agak khusus, yaitu menyebut diri sebagai “anak manusia”. Ia juga merujuk pada semua tindakan, amal, kata-kata dan pelayanannya dalam hidupnya sebagai “daging” dan “darah”-nya. Ungkapan ini menunjukkan betapa semuanya itu terpadu dalam kehidupannya. Jadi “daging anak manusia” sama dengan semua yang dijalankan Yesus dan diajarkannya. Dalam hubungan ini “makan” dan “minum” mengungkapkan kesatuan baik dengan yang disantap maupun dengan sesama penyantap. Gagasan-gagasan ini diungkapkan dengan “makan dagingku” dan “minum darahku”.
Orang-orang Yahudi yang memperbincangkan pernyataan Yesus menyangkut “makan dagingnya” (Yoh 6:52) bukannya tidak menangkap maksudnya. Mereka tahu betul yang dimaksud ialah diri Yesus, hidupnya, pengabdiannya, ajarannya, apa saja yang dilakukan. Yesus mengajak mereka menerima semua itu sebagai bekal perjalanan manusia menuju hidup abadi. Tetapi sulit bagi mereka untuk mengiakannya. Mereka juga memiliki tradisi panjang dalam agama mereka. Dan ia sekarang mau memancang kebijaksanaan turun-temurun tadi pada hal-hal yang diajarkannya sendiri? Memang ia pintar, ia mempesona, ia banyak pengikutnya, tetapi apakah semua yang dilakukannya dan diajarkannya itu sungguh dapat menjadi penopang perjalanan hidup ini? Klaim segede itu apa tidak keterlaluan? Jangan-jangan spiritualitas baru ini cuma mau memonopoli Yang Keramat! Itulah kesangsian mereka. Itulah yang mereka perdebatkan. Bukan hanya perkara di dalam kepala saja. Jika kita ikut ajaran Yesus ini, risikonya besar. Kalau ternyata keliru, maka kita akan kehilangan yang telah kita punyai dari dulu. Mereka seperti leluhur mereka yang gundah ketika mulai menempuh perjalanan meninggalkan Mesir ke sebuah negeri yang baru berupa janji.
Dalam membaca petikan ini tak perlu kita bertolak pada anggapan bahwa orang-orang Yahudi dari awal bersikap memusuhi. Mereka sebetulnya ingin tahu apa dasar klaim sebesar itu. Yesus pun menegaskan, “Sesungguhnya aku berkata kepadamu, jikalau kamu tidak makan daging anak manusia (dagingku dalam arti seperti dijelaskan di atas) dan minum darahnya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu…” Meskipun nada ay. 54 itu seperti mengulang-ulang yang pernah dikatakannya sendiri, di sini ditegaskan bahwa “daging dan darah anak manusia” dapat ikut dihidupkan dan dihidupi tiap orang yang bersedia menerimanya. Yang dimaksud tentunya semua yang dilakukan dan diajarkan Yesus, pengusiran roh jahat, penyembuhan, ungkapan belas kasihnya kepada orang banyak. Inilah yang menjadi awal dari “hidup kekal” yang nanti bakal diperoleh dengan utuh pada akhir zaman, seperti ditandaskan dalam ay. 55. bersambung