Home BERITA Umat Rela Makan Seadanya, Asalkan Pastor Bisa Makan Enak

Umat Rela Makan Seadanya, Asalkan Pastor Bisa Makan Enak

0
Ilustrasi - Suka makan dan melahap makanan tanpa puas. (Ist)

BAPERAN – BAcaan PERmenungan hariAN.

Rabu, 25 Agustus 2021.

Tema: Lebih dari yang diharapkan.

  • Bacaan 1Tes. 2: 9-13.
  • Mat. 23: 27.

PAULUS bersyukur kepada Tuhan. Karena dia diperkenankan mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa non Yahudi. Dengan tidak menjadi beban bagi umat.

Ia mewartakan Injil dengan cuma-cuma. Ia pun bekerja sebagai tukang kulit untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari.

Pewartaannya murni. Merupakan sukacitanya, bila banyak orang percaya dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Penyelamat.

“Sebab kamu masih ingat, saudara-saudara, akan usaha dan jerih lelah kami. Sementara, kami bekerja siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapa pun juga diantara kamu, kami memberitakan Injil Allah kepada kamu.” ay 9.

Cari nafkah

“Bekerja untuk mencari makan bagi keluarga, itulah tanggungjawab saya, Romo, sebagai bapak keluarga,” kata seorang sahabat.

Betul, tidak salah.

Itulah wujud cinta dan tanggungjawab orang bagi keluarganya. Lelah, tapi melegakan. Anak-anak bisa makan. Itulah cinta, iman yang manusiawi.

Dapat dibayangkan kegembiraan dalam keluarga. Mereka makan bersama, hasil kerja sang ayah.

Juga ibu yang mengolah menjadi hidangan siap santap. Sungguh indah pula setelah makan bersama, mereka “membereskan” piring, gelas, sendok, garpu dan sebagainya yang kotor.

Malam itu, meja makan, dapur sudah bersih.

Para imam pun dalam Gereja Katolik menikmati kerja keras, jujur keringat umat yang mencari rezeki dengan memberi makan kepada para imamnya di paroki.

Beda dengan Gereja dari “saudara-saudari kita yang terpisah”, mereka berkeluarga. Tentu sang nyonya yang memasak. Dan jemaat mereka dengan gembira mendukung kehidupan mereka dengan perpuluhan.

Betapa baiknya.

Saya punya pengalaman yang menyentak kesadaran. Betapa umat itu sungguh baik. Mereka menyayangi romonya dan mendukung segala pelayanannya. Dengan memberi makan olahan rumahtangga mereka sendiri.

Itu salah satunya.

Suatu saat, saya berkunjung ke sebuah keluarga sederhana, cenderung pas-pasan. Hanya ayah yang bekerja. Praktis isterinya yang mengatur segalanya.

Pusing memang. Dia harus pintar mengelola. Untung sang suami tidak suka jajan di luar sendiri; dan tidak merokok. Semua hasil keringatnya diberikan kepada isterinya. Mulai dari uang sekolah, listrik, air, makan-minum sebulan, kebutuhan dapur, sosialitas termasuk kolekte.

Yang menarik, mereka tidak membiasakan memberi uang jajan ke anak-anak. Ibu ini selalu menyediakan sarapan, juga “bekal” untuk makan siang di sekolah. Anak-anak pun tidak protes, tidak malu.

Ungkapan cinta dan rasa memiliki

Hari itu mereka memasak soto. Memang enak masakannya, bumbunya jos.

Mereka kaget; tidak menyangka; agak sedikit gelagapan.

“Kok enggak bilang-bilang dulu to, Mo,” kata sang bapak.

“Ya saya mau makan di rumah bersama-sama; mengalami suasana kekeluargaan.  Boleh kan?”

“Tentu boleh, Romo. Kami senang. Tapi seadanya ya.”

Kami pun makan bersama. Soto dihidangkan dalam porsi sedikit; pas untuk mereka dan saya. Dan tidak bisa menambah lagi. Di dalam kuah soto itu hanya ada ada kepala, ceker dan sayap.  Sedikit ada ayam goreng yang disiwir.

Spontan saya berujar, “Wah nikmat ini. Serasa makan di restoran,  pakai mangkok lagi. Kuahnya panas. Hemm… aromanya. Sip,” kataku memuji serius.

Mereka hanya tersenyum. Tidak banyak berkata dan kami pun menikmati bersama dengan ketiga anak yang masih SD.

Hari yang membahagiakan bisa makan bersama-sama satu keluarga.

Sesampainya di paroki hati saya sedih. Mau menangis. Keluarga itu rupanya terjadwal ngirim makan. Soto yang dikirim banyak dan ayam kampung goreng ada enam potong. 

Sementara mereka, ayam siwiran.

Trenyuh hatiku. Mereka memberi yang terbaik untuk para pastornya. Sementara mereka, bahkan anak-anak yang masih membutuhkan gizi, hanya begitu saja makannya.

Adik-adikku, maafkan romo ya. Terbayang wajah mereka, adik-adikku.

Saya terbungkam, hilang kata.

Kecaman Yesus terhadap ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, dan orang-orang munafik saat itu, tidak tertuju pada keluarga ini. Dan saya percaya itu.

Tuhan, tinggallah dengan gembira di tengah-tengah umat-Mu, di dalam keluarga kami. Amin.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version