BANYAK orang di Indonesia barangkali tidak ngeh bahwa ada sebuah film bertitel sama dengan nama tempatnya yakni Plantungan. Ini adalah sebuah wilayah perbukitan di sekitaran Sukorejo di Weleri Selatan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Film Plantungan menjadi menarik diperbicangkan, lantaran film ini bertutur kata mengenai testimoni para mantan tahanan politik perempuanyang pernah disekap di Penjara Plantungan, tak lama setelah G30S/PKI meletus di Jakarta tahun 1965.
Film yang boleh dikatakan semi-dokumenter ini menurut rencana akan dibahas di Pusat Kajian Asia-Afrika di Universitas Hamburg, Jerman, 7 Desember ini.
Sekali waktu, saya berkesempatan melihat dari dekat Penjara Plantungan ini tahun 1989. Lahan permukiman khusus untuk tahanan politik berkelamin perempuan ini berada di sebuah kawasan bertekstur perbukitan, sedikit agak jauh dari permukiman penduduk. Sebagian gedungnya sudah rusak dimakan usia, namun sisa-sisa aroma “kebengisan” sebuah penjara khusus tahanan politik masih bergema kuat manakala menatap kisi-kisi besi yang sudah mulai berkarat.
Bekas sanatorium
Penjara Plantungan di Sukorejo awalnya merupakan sebuah rumah sakit khusus para pasien penderita lepra. Sanatorium ini kemudian disulap rezim Orde Baru menjadi penjara bagi para perempuan Indonesia anggota atau simpatisan PKI. Kelompok perempuan PKI yang kemudian populer disebut Gerwani ini dituduh telah ikut menelanjangi dan mengiris-iris tubuh para jenderal Pahlawan Revolusi saat dieksekusi di Lubang Buaya, Halim, Jakarta Timur, akhir September 1965.
Tak ada proses peradilan yang pernah dilakukan untuk membuktikan kebenaran tuduhan itu.
Putu Oka Sukanta sendiri merupakan alumnus tahanan politik di Pulau Buru kurun waktu 1986-1976.
Film Plantungan ini menyertakan subtitel bahasa Inggris.
Di bawah ini, kami sertakan press release tentang diskusi film ini di Universitas Hamburg:
Ein bewegender Film über das berüchtigte Gefangenenlager Plantungan, eingerichtet für politisch inhaftierte Frauen in einem abgelegenen Gebiet von Zentral-Java. Das Wort Plantungan wird oft mit der Insel Buru in Verbindung gebracht, die uns die Vorstellung von einem Ort vermittelt, an dem Menschen vertrieben wurden und an welchem sie als Insassen inhaftiert wurden. Selbst lange Zeit nach der Lager-Schließung war das Wort Plantungan noch immer mit der Kommunistischen Partei Indonesiens (PKI) verknüpft. So gibt es bis heute viele Erinnerungen, die bei den Opfern Leid und angsterfüllte Gefühle hervorrufen.
Der Film porträtiert die langfristigen und anhaltenden Auswirkungen des New Order-Regimes und seine Bemühungen, die Frauenorganisatione n und -bewegungen zu zerstören, die für eine Verbesserung der Rechte der Frauen eintraten. Dieser Film ist einer von mehreren Dokumentationen über die erschütternden Ereignisse, die Suhartos gewaltsame Machtübernahme 1965/1966 begleiteten.
Diese Reihe wurde von einem der führenden unabhängigen Filmproduzenten und Autoren Indonesiens, Putu Oka Sukanta, produziert, welcher selbst von 1966 – 1976 ein Gefangener auf der Insel Buru war.
Ort / Zeit:
Universität Hamburg, Asien-Afrika- Institut, R.221
Mittwoch, den 7. Dezember 2011
18.00 Uhr