Home BERITA Untuk Sang Mempelai

Untuk Sang Mempelai

0
Ilustrasi - Perempuan karier tak nikah (Mertacor)

Jumat, 7 Maret 2025

Yes. 58:1-9a.
Mzm. 51:3-4,5-6a,18-19.
Mat. 9:14-15

BANYAK orang berusaha menemukan makna terdalam dalam olah rohani khususnya saat mereka berpuasa.

Sering kali, dalam menjalankan puasa dan pantang, mereka tergoda untuk menjadikannya sebagai ajang pembuktian diri.

Mereka ingin dilihat sebagai pribadi yang saleh, yang taat beribadah, yang mampu menahan lapar dan haus lebih baik dari orang lain.

Jika puasa dan pantang hanya berpusat pada diri sendiri, banyak orang yang merasa tidak puas dan kehilangan makna sejatinya.

Sebab puasa bukanlah tentang menunjukkan kesalehan, melainkan tentang mendekatkan diri kepada Allah dan bertumbuh dalam kasih kepada sesama.

Puasa dan pantang seharusnya bukan hanya tentang menahan diri dari makanan atau kebiasaan tertentu, tetapi juga tentang bagaimana kita lebih peka terhadap kebutuhan orang lain.

Inilah panggilan kita, menjadikan puasa sebagai kesempatan untuk bertindak nyata dalam kasih. Bukan agar kita dipuji, tetapi agar orang lain melihat kebaikan Allah melalui hidup kita.

Ketika kita dengan tulus menolong sesama, menghibur yang berduka, atau bersikap lebih sabar dan penuh kasih, di situlah puasa kita berbuah.

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Jawab Yesus kepada mereka:

“Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”

Yesus mengajarkan bahwa selama Dia masih bersama para murid, tidak ada alasan bagi mereka untuk bersedih atau berpuasa seperti kebiasaan orang-orang Farisi. Kehadiran-Nya adalah sumber sukacita, seperti seorang mempelai yang merayakan pernikahannya bersama para sahabatnya.

Puasa bukan sekadar rutinitas keagamaan, tetapi sebuah tanda cinta dan harapan.

Kita berpuasa bukan karena kita ingin terlihat saleh atau ingin mendapatkan pujian, melainkan karena kita merindukan kehadiran Kristus secara lebih nyata dalam hidup kita.

Puasa adalah bentuk penyangkalan diri agar hati kita lebih lapang untuk dipenuhi oleh kasih-Nya.

Kita berpuasa bukan karena kehilangan Dia, Sang Mempelai hidup kita, melainkan karena kita ingin semakin dekat dengan-Nya, menantikan saat di mana kita akan bersatu dalam perjamuan surgawi bersama Sang Mempelai sejati.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah hatiku benar-benar merindukan Tuhan lebih dari apa pun yang aku lepaskan?

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version