SETIAP hari, bersama kami –para frater calon imam diosesan Keuskupan Agung Semarang (KAS) dan juga para frater lainnya dari KAJ dan Keuskupan Purwokerto, Mgr. Robertus Rubiyatmoko selalu menyusuri jalan yang sama ketika menjalani tugas utamanya sebagai dosen dan formator para frater. Kamar yang berada di deretan kamar para Romo di Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan, Ruang Tribunal dekat ruang tamu, dan deretan kelas di Fakultas Teologi menjadi tempat yang hampir setiap hari dia datangi.
Ia selalu berjalan dengan mengendong tas berisi laptop, kemeja sederhana dipadu dengan celana kain formal, dan sepatu ‘Crocs’ yang tidak pernah ganti. Senyum dan sapaan selalu diberikan kepada siapa pun yang melintasi ‘rute wajibnya’ itu ketika ia juga melintasinya. Kadang tampak terburu-buru tetapi sering tampak santai karena waktu masih panjang.
Secangkir gelas besar berisi air putih hangat dibawanya ke dalam kelas. Para mahasiswa langsung berhamburan masuk kelas ketika melihat dosennya juga menuju ke kelas. Di atas meja dosen selalu ada Kitab Hukum Kanonik karena Rm. Rubi mengajar mata kuliah Hukum Gereja.
Baca juga:
- Sekilas tentang Uskup Agung KAS Terpilih: “KRS” ala Mgr. Rubiyatmoko (3)
- Uskup Agung Semarang Mgr. Robertus Rubiyatmoko: Buku Agenda Liturgi Monsinyur Brengosan (2)
Hukum Gereja dibuat mudah dimengerti
Ia menjadi dosen yang cukup dinanti-nantikan oleh para mahasiswa. Pembawaannya yang santai membuat mahasiswa tidak tegang. Deretan slide yang sama diputarnya setiap tahun. Diselipkannya hyperlink di setiap slide itu untuk merujuk pada rumusan hukum dalam Kitab Hukum Kanonik yang telah disiapkannya. Di sela-sela pembahasan tentang materi, Mgr. Rubiyatmoko tidak lupa menyertakan contoh-contoh yang sering kali mengundang gelak tawa mahasiswa.
Apabila saat ujian telah tiba, setiap mahasiswa harus siap dengan segala kemungkinan soal yang diberikan. Ujian selalu lisan. Bahan tidak terlalu banyak tetapi varian soal selalu berbeda bagi setiap mahasiswa. Wajah-wajah cemas dalam penantian masuk ruang ujian terpancar ketika para mahasiswa mengantri di depan ruang kerjanya.
Satu per satu mahasiswa masuk ke ruang ujian dan tidak ada satu pun yang berawajah lega, ketika keluar ruangan. Hafal rumusan kanon saja tidak cukup tetapi harus mampu menerapkannya dalam setiap kasus. Pertanyaan berupa teori maupun kasus dalam ujian bersama Mgr. Rubiyatmoko sungguh menguji pemahaman setiap mahasiswa.
Mgr. Rubiyatmoko selalu memiliki cara untuk menguji kemantapan mahasiswa untuk menjawab. Sekalipun jawaban sudah benar, Mgr. Rubiyatmoko selalu menanyakan kesungguhan mahasiswa. Mungkin ada mahasiswa yang sudah menjawab benar tetapi ragu dengan jawabannya akhirnya menggantinya. Di sisi lain, dengan cara yang khas pula, Mgr. Rubiyatmoko menuntun mahasiswa yang mengalami kesulitan menjawab setiap pertanyaan darinya.
Soal nilai tidak perlu khawatir, karena Mgr. Rubiyatmoko memiliki penilaian yang objektif. Pernah seorang mahasiswa protes terhadapnya, tetapi Mgr. Rubiyatmoko memiliki data yang lengkap mengenai soal dan jawaban mahasiswa yang ujian lisan. Beliau selalu menulis setiap jawaban dari mahasiswa yang diujinya sehingga nilai sungguh-sungguh objektif.
Buku agenda liturgi
Di luar waktu rutinitas mengajarnya, Mgr. Rubiyatmoko memiliki acara yang banyak terutama berkaitan dengan tugasnya sebagai Vikaris Yudisial Keuskupan Agung Semarang. Sebagai mahasiswanya dan frater calon imam diosesan KAS dan tinggal di Seminari Tinggi, saya selalu melihat sosok imam yang sedemikian padat acaranya tetapi memperlihatkan wajah gembira dan apa adanya. Kalau ada frater yang ingin bertemu dengannya untuk bimbingan, ia selalu membuka agenda liturgi dan berusaha untuk menyelipkannya di antara sederet acara. Sekalipun sibuk, ia tetap memiliki waktu untuk berjumpa dengan para frater di luar waktu-waktu kuliah dan menyapa mereka dengan sapaan khasnya.
Tidak jaim
Itulah sekelumit rutinitas harian Mgr. Rubiyatmoko yang tampak dalam hidup harian. Mungkin lebih dari yang dapat saya gambarkan, banyak hal yang dilakukannya setiap hari. Entah berapa tahun beliau menjalani rutinitasnya itu, tetapi Mgr. Rubiyatmoko sungguh memberi warna yang khas dalam kehadirannya sebagai formator dan dosen. Sapaan yang hangat dan sangat personal selalu dinanti. Gambaran imam yang tidak ‘jaim’ (jaga image) dan mampu menjalin keakraban dengan siapa pun.
Beliau tidak segan memanggil frater yang melanggar peraturan. Beliau menyatakan kesalahan seseorang tanpa menyakitinya. Dengan karakter kesabarannya, beliau juga mengubah emosi menjadi refleksi yang membekali hidup panggilan setiap frater itu. Cara berpikir dan bertindak yang tidak kaku, membuat banyak orang tidak segan pula dekat dengannya. Beliau selalu memiliki cara untuk hadir yang membuat orang merasa dibimbing, didukung, dan diberi semangat olehnya.
Kini beliau tidak hanya menjadi gembala bagi para frater dan mahasiswa, tetapi juga umat di Keuskupan Agung Semarang. Saya yakin dengan cara hadirnya yang khas dan menyapa itu, semakin banyak umat terlayani dan semakin banyak imam yang tersapa. Tentu saja semua ini demi ‘keselamatan jiwa’ yang menjadi “roh” dari setiap penerapan hukum yang dilakukannya sebagai Vikaris Yudisial selama ini.
Rutinitasnya untuk menyusuri ‘rute wajibnya’, mengajar, menguji mahasiswa, dan menjadi pembimbing bagi para frater kini sebentar lagi akan ditinggalkanya.
Ada tugas besar telah menanti. Akan tetapi, semangat kerendahan hati, berbagi sukacita, dan melayani tidak akan pernah hilang.
Mgr. Rubiyatmoko, sugeng makarya.
Fr. Benedictus Seprinanda S.