PRESIDEN Filipina Rodrigo Duterte telah memutuskan memberlakukan Undang-undang Darurat di Kota Marawi, Mindanao, Filipina Selatan, setelah kelompok radikal yang mengaku berafiliasi dengan ISIS mengusai kota di Pulau Mindanao ini. Perang kota telah berkecamuk di Marawi sejak Selasa siang dan telah menewaskan sedikitnya dua tentara pemerintah dan seorang polisi.
Nama kelompok radikal ini adaah Maute dan mereka mengklaim dirinya berafiliasi dengan ISIS dan karenanya Undang-undang Darurat lalu diberlakukan oleh Presiden Duterte.
Namun, sumber di jajaran Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) sebagaimana dilansir oleh The Star Rabu siang ini mengatkan, tidak ada jejak-jejak kehadiran ISIS di Filipina, termasuk di Marawi.
“‘Pag pinapangalanan natin ang local terrorist group, pinapapogi natin sila, pinapasikat natin sila (Ketika kita menyebut mereka ISIS, itu sama artinya kita membuat mereka terkenal) Kita tidak mendapati jejak mereka di negara kita,” kata Kepala Dinas Penerangan AFP Edgard Arevalo sebagaimana dikutip The Star.
Baca juga: Marawi di Mindanao Jatuh ke Milisi Berafiliasi ISIS, Presiden Duterte Lakukan UU Darurat
Namun, Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana mengatakan hal sebaliknya. “Mereka memang Maute dan itu sama saja ISIS,” katanya sebagaimana dikutip The Star hari Rabu petang ini.
Menhan Filipina menegaskan, kobaran pertempuran di Marawi sejak Selasa petang kemarin pasti mendapat dukungan luar.
Pandangan Menhan Filipina ini disanggah oleh Zachari Abuza, professor di National War College di Washington. Menurut pakar urusan keamanan di Asia Tenggara ini, jejak keberadaan ISIS tidak ada di Maute.
Menjawab pertanyaan media tentang telah ditetapkannya Undang-undang Darurat di Mawawi, Jubir Istana Malacanang Ernesto Abella dengan taktis menjawab, “Itu kan baru pernyataan Presiden.”
Menurut Abella, bisa jadi keputusan itu keluar karena juga terjadi ancaman ketertiban umum di Zamboanga, Sulu, dan Tawi-Tawi serta beberapa lokasi di Mindanao Tengah.
Menjadikan orang sebagai sandera
Sementara, Walikota Marawi Majul Usman Gandamra menegaskan, kaum pemberontak itu adalah gabunan dari kelompok Maute dan Abu Sayyaf.
Uskup Marawi Mgr. Edwin dela Peña mengatakan, kelompok bersenjata ini telah menculik seorang pastor dan sejumlah umat setelah mereka membakar Gereja Katedral Our Lady Help of Christians.
“Kinuha nila ‘yung aming pari, saka ‘yung aming secretary, ‘yung dalawang working student tapos parokyano namin na nag-novena lang kahapon,” kata Mgr. Dela Peña dalam wawancara dengan Radio dzBB.
Konferensi Para Uskup Filipona (CBCP) membenarkan bahwa Suganob dan sejumlah umat katolik tengah berada di gereja katedral ketika kelompok Maute datang menyerbu masuk gereja dan kemudian menjadikan mereka sandera. “Mereka mengancam akan mengeksekusi para sandera ini , kalau tentara pemerintah tidak segera menghentikan serangan dan menarik mundur,” ungkap Ketua CBCP Mgr. Socrates Villegas dalam pernyataannya.
Pihak tentara Filipinan telah mendesak publik agar tidak latah memfoto dan menyebarkan foto foto ke medsos sehingga menyulitkan pasukan bergerak secara taktis untuk melumpuhkan kaum pemberontak.
Sumber: The Star