Home LENTERA KEHIDUPAN Victor, Kematianmu Begitu Lirih

Victor, Kematianmu Begitu Lirih

0

Ketika aku tiba di Nabire pada 23 Juli 2007, aku mendapati namamu pada daftar siswa dampinganku. Hanya namamu yang ada di atas meja. Tapi, kau sudah tidak lagi muncul. Kau kembali ke kampungmu. Victor, aku hanya membaca namamu dan cerita tentangmu dari teman-temanmu. Kita tidak pernah bertemu.

Selpianus baru kembali berkabung selama satu minggu di Epouto, di dekat Danau Tage. Senyum mulai mengulas di wajahnya yang cerah. Semangatnya untuk kembali belajar telah bangkit. Lalu, aku bertanya tentang apa yang telah terjadi di kampungnya. Kutanyakan pula bagaiamana perjalanan sampai ke Epouto. Kutanyakan pula sebab-musabab anggota keluarganya meninggal.

Kami duduk di teras bangunan asrama putih dan megah itu. Suatu tempat yang pernah kauhuni selama beberapa hari, Victor. Kami berdua bertelanjang dada dan berbagi cerita, pada suatu senja saat matahari mulai terbenam di balik bukit di atas Kali Nabarua. Pohon angsana tua di halaman itu perlahan menjatuhkan daun-daun yang kuning, untuk pergi bersama angin yang bertiup malas. Lalu jatuh pada gundugan pasir di dekatnya tanpa suara. Daun-daun itu menyentuh bumi dengan tenang. Teramat tenang.

“Saya juga sempat lihat kuburannya Victor,” cerita Selpianus.

Aku tertegun. Dia tidak mengimbuhkan keterangan apapun pada namamu, menyiratkan bahwa aku mengerti siapa yang ia maksud.

“Maksudmu Victor Bunay?”

“Iya, yang dulu sama-sama saya masuk ke asrama.”

Aku sungguh-sungguh terdiam dan ada sesuatu yang membuatku merasa sesak seketika. Mendengar namamu, Victor, teman-teman asramamu yang lain seketika berhambur dari ruang belajar demi mendengar lebih lengkap kisahmu setelah meninggalkan Nabire. Tapi ceritamu yang kami tahu hanya tersusun dari dua episode yang singkat: 14 Juli 2007 masuk ke Asrama Teruna Karsa, Nabire dan meninggalkan asrama sebelum 23 Juli—kembali kepada Allah di Surga pada suatu hari di tahun 2008. Hari-hari di antara dua titik peristiwa itu entah apa yang terjadi.

Victor, kematianmu begitu lirih, layaknya daun-daun angsana yang terhempas oleh angin lembut dan mendarat tanpa menimbulkan goncangan pada gundugan pasir yang dingin.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version