HARI Jumat tanggal 30 Maret 2018, dalam rangka Ibadat Jumat Agung di Paroki St. Andreas, Sukaraja, Keuskupan Bogor, telah berlangsung visualisasi Kisah Sengsara Tuhan Yesus Kristus. Acara dimulai tepat pukul 10.00 dipimpin oleh Romo Vikjen Keuskupan Bogor RD C. Tri Harsono, Romo Paroki St. Andreas RD Christophorus Offerus Lamen Sani dibantu Romo Vikaris Paroki RD David Lerebulan dan Frater Paulus Pera.
Paroki St. Andreas ini berdiri sejak 1 Januari tahun 2006 dengan jumlah umat tercatat tahun 2017 adalah 2655 orang terbagi dalam 7 Wilayah dan Lingkungan.
Acara “Visualisasi Jalan Salib” dilaksanakan di area pasturan atau Sekretariat Paroki St. Andreas yang dikenal dengan “Andreas’ Farm” di Kecamatan Sukaraja, Kab. Bogor.
Dimulai dengan adegan dimana Tuhan Yesus diadili di Mahmakah Agama dengan tuduhan menghujat Allah. Kemudian, Yesus dibawa menuju ke pengadilan oleh Pontius Pilatus yang oleh desakan massa dipaksa untuk membebaskan Barabas dibanding membebaskan Yesus sebagai tradisi Yahudi.
Setelah itu, adegan berlanjut dengan prosesi Kisah Sengsara Yesus dengan membawa salib menuju ke Bukit Tengkorak atau Golgota. Di sepanjang jalan menuju Golgota, Yesus terus mendapatkan siksa cambukan dari para prajurit Romawi dan menerima olok–olok massa yang mengikuti-Nya, digambarkan Yesus jatuh ketika membawa salib hingga 3 kali.
Setelah sampai di Bukit Golgota, Yesus segera disalibkan bersama dengan dua penjahat lainnya yaitu Dismas dan Gestas. Drama Kisah Sengsara ini masih dilanjutkan, ketikaYesus wafat dan kemudian sempat dipangku oleh Bunda Maria sebelum akhirnya dimakamkan.
Visualisasi Jalan Salib ini berjalan dengan lancar, di bawah cuaca terik matahari yang membakar Andreas’ Farm, namun tidak menyurutkan umat yang ternyata juga datang dari luar Paroki St. Andreas untuk terus mengikuti kisah demi kisah sambil mengenangkan penderitaan-Nya bahkan tidak sedikit umat (terutama ibu-ibu) yang menangis sesenggukan karena sedih dan terbawa dalam cerita yang memang dibawakan secara luar biasa dan penuh totalitas.
Pujian luar biasa bahkan datang dari Romo Vikjen Keuskupan Romo C. Tri Harsono yang sangat terkesan dengan totalitas para pemain drama, ketika beliau memberikan kata sambutan sebelum ibadat Jalan salib ini ditutup. Kesan sangat puas juga ditunjukkan oleh Romo Paroki Christophorus Offerus Lamen Sani dalam sambutannya seraya berterima kasih kepada para pendukung dan umat yang hadir bahwa acara bisa berlangsung sesuai rencana.
Pesan Romo Vikjen Keuskupan
Secara keseluruhan Kisah Sengsara Tuhan Yesus itu sampai sekarang masih saja terjadi. Misalnya saja seperti di bawah ini:
- Sikap massa yang mencela Yesus itu sampai sekarang masih kita lakukan dalam sikap hidup sehari–hari. Kita masih saja sering mencela, menghina atau menghakimi orang tidak bisa menghargai orang lain.
- Sikap kekerasan yang menonjol dibandingkan sikap kasih seperti yang diajarkan Kristus.
- Pontius Pilatus yang bermain politik juga masih terjadi dalam kehidupan saat ini dimana banyak orang lebih suka bermain politik bahkan terjadi di dalam pengurus atau pelayan Gereja, bahkan kadang pemerintah masih saja kalah dengan kelompok–kelompok tertentu.
- Yesus adalah contoh hidup yang terbaik, harus kita teladani Dia yang taat dalam melaksanakan kehendak Bapa-Nya, menjadi Juru Selamat manusia meski harus menerima risiko menjalani kisah penderitaan yang luar biasa.
- Kumpul–kumpul massa bukan untuk berbuat jahat, namun justru harus untuk hal kebaikan
- Kehancuran biasanya dilakukan oleh orang terdekat kita, seperti juga Kristus dikhianati oleh orang terdekatnya yaitu Yudas Iskariot.
Namun demikian ada sisi–sisi baik kisah ini:
- Pertobatan orang jahat (Dismas) sebelum mati di kayu salib, mohon ampun kepada Yesus.
- Orang–orang yang mencela, memaki–maki Yesus juga bertobat.
Pelajaran dari kegiatan ini
Antusiasme umat begitu tinggi mau terlibat di kegiatan “Visualisasi Jalan Salib”. Mengikuti Kisah Sengsara ini secara tidak langsung juga merupakan pelajaran Kitab Suci, karena seluruh kisah yang dimainkan dalam drama tersebut semuanya ada di dalam Kitab Suci.
Dengan kata lai, tanpa harus membaca maka umat diajak belajar Kitab Suci melalui drama atau kisah yang dimainkan secara langsung. Tentu saja sebagai Umat Katolik, kita tetap harus membaca Kitab Suci. Ini disampaikan oleh Santo Hieronimus yang mengatakan: “Tidak membaca Kitab Suci, maka tidak kenal Tuhan Yesus Kristus”.
Ke depan kegiatan semacam ini harus terus dikembangkan bahkan ditingkatkan dalam hal penyelenggaraannya.
Tentang “Andreas’ Farm” sendiri. Jika dikembangkan, bukan tidak mungkin akan menjadi salah satu tujuan tempat ziarek di Keuskupan Bogor.
Kredit foto: FX Rickoloes P dan Rafael Widya.