Fenomena Warung Kopi
TENTU sudah begitu banyak komentar tentang film Warkop DKI Reborn Jangkrik Boss! Part 1.
Film yang dibintangi oleh Indro Warkop, Tora Sudiro (sebagai Indro), Vino G Bastian (sebagai Kasino) dan Abimana Aryasatya (sebagai Dono) mendapat tepuk tangan dari mana-mana pasalnya film asuhan Anggy Umbara ini mampu melahirkan kembali pelawak era 80-an secara segar. Film ini menghipnotis para penonton untuk masuk ke zaman Warkop berjaya. Hal terasa dari riuh tawa penonton di gedung bioskop saat film diputar. Juga wajah-wajah segar dihiasi senyum sehabis menonton. Tak lupa gaya berbicara Kasino dan candaan umpatannya kini ngetren di kalangan orang muda.
Komentar bahwa kehadiran film ini sebagai salah satu bentuk penghormatan terhadap anggota Warkop yang telah almarhum patut diterima. Faktanya grup pelawak yang terdiri dari Dono, Kasino, dan Indro pada zamannya memang telah mencetak generasi Warkop sebagaimana dahulu dipopulerkan oleh Radio Prambors. Mereka manggung di banyak kota di Indonesia sebagai komedian yang kritis terhadap soal sosial.
Film edisi pertama produksi Falcon Pictures yang diberi judul Jangkrik Boss! Part 1 sebenarnya garapan ulang yang diadaptasikan dengan era kekinian. Tiga film Warkop dari era 80-an yakni Setan Kredit, IQ Jongkok, dan CHIPS dirangkum dalam Jangkrik Boss.
Diceritakan Dono cs ketiban sial karena tingkah mereka saat bertugas di CHIPS (semacam lembaga sosial swasta). CHIPS terancam bubar bila tidak bisa membayar uang tuntutan ganti rugi yang diminta oleh pihak pengadilan. Lalu petualangan mereka dimulai untuk menemukan harta karun yang diyakini akan ditemukan di Malaysia. Dan kemudian mendadak muncul Indro Warkop yang memberi pengumuman bahwa film bersambung.
Akhir dari bagian 1 ini memang menyesakkan dada karena tawa dan lelucon yang baru saja dinikmati harus dihentikan mendadak. Penonton harus berbesar hati menunggu bagian 2.
Kritik sosial
Pesan dari film ini sebagaimana disampaikan oleh Indrodjojo Kusumonegoro alias Indro adalah “Pesan kuat dari film ini ialah persahabatan yang goal–nya adalah persatuan.”
Sebagai penonton saya menikmati film. Saya bisa tertawa lepas walaupun sudah tahu alur ceritanya karena film Warkop adalah tontonan di masa kecil saya. Saya tertarik dengan kritik-kritik sosial yang ditampilkan dalam film ini. Potret tentang polisi nakal yang suka berdamai, kebiasaan melanggar rambu lalu lintas, perilaku pengendara motor yang lalai untuk memperhatikan keselamatan, kehidupan warga Jakarta pinggiran dan sebagainya justru merupakan kritik humoris yang manjur.
Secara tidak langsung film ini juga menjadi sarana mediasi kepada penonton tentang adanya ketidakberesan dalam lingkungan masyarakat. Bukan hanya soal perilaku pelanggaran di jalanan tetapi adanya hal yang sudah biasa dalam lingkungan kerja bahwa kebenaran ditutup dengan lembaran uang. “Jangkrik Boss,” kata Kasino kepada atasannya. Lalu pemimpin CHIPS (Ence Bagus) memberinya beberapa lembar uang.
Kata “jangkrik boss” menjadi kode antara Kasino dengan atasannya yang ketahuan bermain asmara dengan wanita bukan istrinya.
Demikianlah jika orang dapat menertawakan kekeliruan dan kesalahannya, itu pertanda bahwa orang itu sehat. Di satu sisi film ini mengingatkan orang tentang pelanggaran atau kesalahan atau perilaku mereka yang ngawur. Di sisi lain, penonton diajak untuk melihat kembali kebodohannya yang berbahaya. Para penonton tidak marah atau merasa diadili karena ada orang lain yang mempersonifikasikan kebodohannya.
Maka, menurut saya, menonton Jangkrik Boss tidak ada ruginya.