ANGIN semilir nan dingin terbalut suasana winter menyambut langkah, saat rombongan 21 wartawan asal Surakarta (Solo) mendaratkan kakinya di tanah indah Negeri Ginseng: Korea Selatan. Setelah menempuh penerbangan kurang lebih 6,5 jam dari Indonesia, maka sampailah kami dengan selamat di Seoul, Ibukota Korea Selatan.
Titik pijak pertama kami di Korsel adalah Bandara Internasional Incheon —jauh di luar Ibukota Seoul. Pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 870 kami tumpangi dari Ngurah Rai Denpasar Bali dan Minggu pagi tanggal 13 Desember 2015 lalu berhasil mendarat sempurna di runway Incheon, pintu gerbang utama memasuki wilayah teritorial Korea Selatan.
Waktu tempuh penerbangan dari Bali hingga detik pendaratan di Bandara International Incheon Seoul adalah sekitar 6 jam 30 menit. Kami terbang meninggalkan daratan Bali pada pukul 00.30 WITA dan mendarat di Incheon pada pukul 08.25 waktu Seoul.
Terdapat perbedaan waktu 2 jam antara Indonesia dan Korea. Jarum penunjuk waktu di Seoul dan seluruh Korea Selatan melangkah lebih cepat 2 jam dari Indonesia.
Jalan panjang menuju imigrasi
Setiba di Bandara Internasional Incheon, para penumpang harus menyusuri lorong-lorong panjang di dalam terminal bandara untuk menuju stasiun pemberangkatan kereta bawah tanah. Sebelum sampai di situ, para penumpang harus melewati pintu deteksi panas badan melalui sebuah mesin deteksi yang tidak begitu mencolok.
Kata orang di Seoul, Korsel paling takut dengan penyakit virus flu burung dan ebola. Maka dari itu, tertera sangat jelas di sepanjang lorong terminal kedatangan ini pengumuman besar yang mewanti-wanti para penumpang agar segera melaporkan pada petugas jaga kalau pernah bertandang ke negeri-negeri di Afrika yang terjangkit virus ebola. Juga, kalau mesin deteksi panas badan ini berhasil memperlihatkan kita punya suhu badan melebihi kewajaran, maka penumpang bisa dikarantina untuk kemudian –katanya—dikembalikan pada negara asal darimana mereka datang.
Untunglah, rombongan kami ‘selamat’ dari sistem deteksi suhu panas badan ini.
Berikutnya adalah turun ke lantai bawah menuju sebuah peron ‘stasiun’ mini untuk jaringan shuttle kereta bawah tanah dari terminal kedatangan menuju imigrasi. Kereta bawah tanah ini datang dan pergi silih berganti setiap lima menit. Butuh waktu kurang lebih tujuh menit untuk sampai ke bagiaan imigrasi.
Ketika akan meninggalkan Korea Selatan dan sudah melalui pemeriksaan imigrasi, prosedur yang sama juga berlaku: naik kereta bawah tanah dulu, baru kemudian bisa melenggang kangkung menuju pintu (gate) sesuai arahan boarding pass penerbangan.
Tetap antri
Seoul selalu saja menjadi pintu gerbang utama Korsel, selain beberapa titik yang lain seperti Pulau Jeju di bagian selatan Negeri Ginseng ini. Karenanya, tak heran bila ratusan dan bahkan ribuan orang mendatangi Korsel melalui Ibukota Seoul.
Di pagi yang super dingin di musim winter ini, Seoul juga menerima banyak ‘tamu’. Selain warga sendiri yang datang liburan atau urusan bisnis dari luar negeri, Seoul juga mendapat kunjungan dari berbagai wisatawan asing. Pesawat Garuda Indonesia yang kami tumpangi dari Bali, misalnya, 80% penumpangnya justru orang Korea. Sisanya baru campuran, apakah WNI atau warga negara lainnya.
Makanya, begitu kami sampai di depan deretan lorong pemeriksaan imigrasi, di depan mata sudah berjibun orang menunggu antrian panjang menuju loket imigrasi. Butuh waktu kurang lebih 30 menit untuk akhirnya sampai di lorong loket imigrasi. Di sepanjang antrian itu, gadis-gadis muda Korea menuntun langkah kami dengan iringan senyum manis –barangkali sekedar meluruhkan ketegangan penumpang setelah penerbangan panjang dan menjelang ‘diperiksa’ imigrasi.
Tak banyak kata tersembul keluar dari para petugas imigrasi Korea. Hanya dua hal yang mereka minta dari para pengunjung asing, sebelum resmi boleh mendapatkan lampu hijau memasuki teritori Negeri Ginseng ini. Yakni, foto jepret muka dan scan kedua jarimanis di mesin yang tersedia di depan loket.
Namun harus dicatat hal-hal penting di bawah ini.
Sebelum mendarat, segera isi “Arrival Card” dengan teliti, terutama dimana kita akan tinggal di Korea ini. Bisa jadi tinggal di hotel, motel, atau penginapan lainnya. Bisa juga di rumah saudara atau kenalan lainnya. Isilah kolom lokasi tempat tinggal selama di Korea lengkap dengan alamat dan nomor telepon-nya.
Juga segera isi blanko pertanyaan untuk kepentingan pemeriksaan Bea Cukai setempat. Meski blanko ini tidak menjadi ‘persyaratan’ pemeriksaan imigrasi, namun ada baiknya sebelum melewati lorong ini, blangko tersebut sudah diisi terlebih dahulu. Ini saya katakan, karena saya sendiri lupa mengisi blangko Customs ini. Bingung saya mencari dimana lokasi blangko ini berada. Di tengah rasa capai dan hembusan hawa dingin winter, maka konsentrasi menjadi tidak prima menelisik keperluan penting ini.
Begitu proses imigrasi dan Custom rampung dan beres, maka resmi sudahlah kaki kita menjejakkan langkah di tanah Negeri Ginseng: Korea Selatan.
Annyeong Haseyo!