1. Pesan Yesus ini, ada juga orang-orang yang mencoba melakukannya, dengan cara merayakan ulang tahun di panti asuhan. Dan pengalaman mereka, semua senang; yang mengadakan pesta, senang karena dapat beramal dan berbuat baik; yang diajak pesta juga menikmati kesenangan yang jarang-jarang mereka temukan. Tetapi jika ada yang mencoba melakukan seperti yang dipesankan Yesus, mengundang yang miskin dan cacat ke pestanya, yang terjadi tentu beda. Hampir tidak ada yang menikmati pesta itu. Yang mengadakan pesta tidak puas, yang diundang juga kikuk dan tidak menikmati pestanya. Apa perbedaan dari kedua situasi pesta? Saya membawa orang ke situasi saya atau saya hadir dalam situasi mereka? Yang pasti lebih memuaskan adalah yang berani masuk dalam situasi sesamanya.
2. Meskipun hal ini jelas, tapi tidak juga menjadi pola dalam pesta-pesta kita. Kita tetap terbiasa mengadakan pesta dengan mengundang yang akrab, dekat dengan kita. Hal ini wajar, karena pesan Yesus bukan petunjuk pelaksanaan pesta. Dalam tradisi Yahudi, orang catat, lumpuh dan buta adalah orang-orang najis, yang dapat membuat najis apa saja yang disentuhnya. Orang miskin biasanya juga tidak dapat menjaga kesucian diri, sehingga cenderung mudah jadi najis. Jadi, mengundang mereka, berarti membuat pesta itu menjadi najis. Yang ikut makan, bukan mendapat kesenangan, tapi akan ikut menjadi najis.
3. Pesan Yesus adalah mengajak kita melihat Perjamuan Allah di surga. Siapa orang miskin, cacat, lumpuh dan buta itu? Saya, kita yang sebenarnya tidak layak untuk hadir dalam pesta itu. Kita miskin kebaikan dan bergelimangan dosa. Kita yang punya cacat-cacat kesalahan yang menajiskan hidup kita. Kita si lumpuh, yang terbelenggu dalam keputus asaan, kebencian, keacuh tak acuhan yang membuat kita enggan bangkit dan menjadi lebih baik. Kita adalah si buta, yang tersaput oleh nafsu egoism, keserakahan dan cinta diri, yang tak dapat melihat kesempatan untuk berbuat baik dan mendekati Tuhan. Kita yang tidak layak ini, yang akan diundang Bapa ikut dalam PerjamuanNya; karena kasihNya yang telah membebaskan kita dengan wafat dan kebangkitan Kristus.
4. Dalam pertemuan penggalangan dana di sebuah SLB, seorang bapak berdiri dan menyampaikan sambutannya. Setelah dia berterimakasih kepada staff guru atas pekerjaan dan dedikasi mereka, ia lalu bertanya: ” Semua yang dikerjakan Tuhan, dibuat dengan sempurna. Dimana kesempurnaan bagi anak saya, Jerry? Anak saya tidak dapat melakukan hal-hal yang dilakukan anak-anak lain. Anak saya tidak dapat mengapal dan menghitung seperti anak-anak lain. Dimana kesempurnaan Tuhan?” Para hadirin tersentak oleh pertanyaan itu, ikut merasakan kesakitan bapak itu dan terdiam oleh pertanyaan yang menusuk itu. Bapak itu menjawab sendiri pertanyaannya. “Saya yakin bahwa ketika Tuhan membawa anak seperti itu ke dunia, kesempurnaan yang dicariNya adalah dalam cara orang bersikap kepada anak itu.” Lalu ia menceritakan pengalamannya dengan Jerry anaknya.
Suatu sore, Jerry dan ayahnya lewat di suatu taman, dimana ada beberapa anak yang dikenal Jerry sedang main baseball. Jerry bertanya kepada ayahnya: “Kira-kira saya boleh ikut main, tidak, ya?” Ayah Jerry tahu, anaknya tidak dapat olahraga dan pasti sedikit yang mau menerima Jerry sebagai teman main dalam kelompoknya. Tapi ayah Jerry juga tahu, bahwa jika anaknya dipilih untuk ikut main, hal itu akan memberinya rasa keterlibatan yang sangat menyenangkan.
Lalu ia mendekati seorang anak dan bertanya apakah Jerry boleh ikut main. Anak itu melihat ke teman-temannya. Tetapi semua sedang sibuk. Jadi dia harus memutuskan sendiri. “Kami sudah kalah 6-0 dan sekarang sudah ronde ke delapan. Saya rasa Jerry bisa ikut main. Mungkin dia bisa memukul bola di ronde kesembilan nanti.” Ayah Jerry sangat gembira, Jerry juga tersenyum lebar. Jerry diminta memakai sarung tangan dan disuruh menjaga di bagian belakang, yang aman dan jauh dari bola musuh.
Kelompok Jerry sekarang mendapat giliran memukul bola. Beberapa pemain berhasil kembali ke base. Mereka sudah mengumpulkan 6 poin, tetapi masih tertinggal 3 poin dari musuh. Menjelang akhir ronde ke 9, kelompok Jerry masih tertinggal 2 poin. Pal-pal perhentian berisi beberapa pemain yang siap untuk lari kembali ke base dan memenangkan pertandingan.
Dan sekarang giliran Jerry memukul bola. Apakah tim Jerry akan memberikan kesempatan pada Jerry untuk memukul bola pada saat kritis ini dan membiarkan lolos kesempatan mereka untuk menang? Yang luar biasa, Jerry diberi tongkat pemukul. Semua orang tahu, Jerry pasti tidak bisa. Memegang tongkat pemukul itu dengan benar saja ia tidak tahu; apalagi memukul bola. Waktu Jerry bersiap memukul bola, pitcher (pelempar bola) maju beberapa langkah dan melempar bola dengan perlahan, supaya Jerry sekurangnya dapat menyentuh bola itu. Tetapi pada lemparan pertama, Jerry memukul dengan kikuk dan luput.
Teman dari tim Jerry maju dan membantu Jerry memegang gagang pemukul itu. Bersama-sama mereka menunggu lemparan kedua. Pitcher itu maju lagi beberapa langkah dan melempar pelan kepada Jerry. Jerry bersama temannya memukul bola itu, kena dan memantul lemah kembali ke pitcher itu. Pitcher itu mengambil bola itu. Jika dia melemparkannya ke penjaga pal pertama, maka Jerry gagal dan game selesai. Tetapi pitcher itu malah melemparkan bola itu jauh melambung tinggi, tak tertangkap oleh penjaga pal pertama.
Semua orang mulai berteriak: “Jerry, lari ke pal pertama; lari, lari!!!” Jerry belum pernah main baseball. Dengan kikuk ia lari ke pal pertama. Saat dia sampai di pal pertama, pemain musuh sudah mendapat bolanya. Jika ia melemparkannya ke penjaga pal kedua, maka Jerry pasti akan kena; karena ia dengan terhuyung-huyung masih lari ke pal pertama. Tetapi anak itu mengerti maksud pitcher, temannya itu. Maka ia melemparkan bolanya tinggi, melewati penjaga pal ketiga.
Semua orang berteriak: “Lari ke pal kedua, lari, lari, lari!!! Jerry lari ke pal kedua; teman-temannya yang lain sudah lari melewati semua pal, sampai ke base. Saat Jerry sampai di pal kedua, musuhnya malah menghadapkan Jerry ke arah pal ketiga. “Lari ke pal tiga!” Jerry lari ke pal ketiga dan semua anak, musuh dan teman berlari di belakanngnya sambil berteriak: “Lari, Jerry, lari, lari!!! Jerry lari sampai ia kembali ke base. Saat dia kembali ke base, semua anak, 18 orang itu memanggul Jerry di pundak mereka dan membuat dia jadi pahlawan; karena dia membuat ‘grand slam’; lari langsung memutari 3 pal sampai ke base dan membuat timnya menang. “Hari itu,” kata ayah Jerry dengan menghapus air matanya, “18 anak itu mencapai tingkat kesempurnaan ciptaan Tuhan.”
5. Memberi kesempatan teman yang cacat ikut main adalah kebaikan hati. Tetapi memberi kesempatan teman yang cacat menang dan membuat diri sendiri kalah demi menyenangkan hati teman itu, adalah kebesaran hati. Anak-anak punya hati yang masih terarah menuju surga. Bagi mereka, tidak sulit melakukan yang lebih dari kewajiban demi suatu persahabatan. Mereka menampakkan kesempurnaan ciptaan Allah dalam tindakan kasih yang berbesar hati itu.
Ibu Maria, yang hatinya selalu terarah pada Tuhan, berani mengucapkan: Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu. Maria rela ditinggal sendirian di Nasaret waktu Yesus, anaknya, pergi untuk mengikuti panggilanNya, mewartakan Allah adalah kasih. Dan sekali lagi Maria menyerahkan dirinya, Aku ini hamba Tuhan, waktu berdiri menemani Putranya mati hina di salib.
6. Kita pun dapat menemukan kembali hati yang terarah pada Tuhan, saat kita berani mengakui bahwa kita lah si miskin, cacat, lumpuh dan buta itu. Sehingga hati kita dipenuhi rasa syukur; sehingga kita juga dapat berbagi kasih Allah kepada sesama yang membutuhkan kita. Dengan demikian, kita juga ikut menyempurnakan ciptaan Allah, yang mau mengundang kita semua masuk dalam PerjamuanNya. Amin.