Home KITAB SUCI & RENUNGAN HARIAN Yesus Menonton “El Clasico”

Yesus Menonton “El Clasico”

0

DALAM salah satu cerita “Burung Berkicau” karangan Tony de Mello, dikisahkan tentang Yesus yang sedang menonton sepak bola. Dua tim bertanding dan sangat seru. Jika salah satu tim memasukkan gol, Yesus bersorak. Maka, ada yang heran mengapa Dia selalu bersorak jika salah satu tim kebobolan gol. Sebenarnya Yesus tuh membela siapa? Yesus sangat menikmati pertandingan tetapi tidak membela siapa-siapa.

Mungkin Romo Tony ingin menyampaikan pesan tertentu dari kisah di atas, namun saya sendiri mempunyai pendapat dan inspirasi sendiri dari penggalan kisah tersebut.

Saya terinspirasi kisah ini ketika menyaksikan laga “El Clasico” antara FC Barcelona dan Real Madrid pada hari minggu dini hari 22 April 2012. Laga dua raksasa Spanyol itu selalu menyedot perhatian penggila bola seantero jagad. Mungkin hanya Piala Dunia yang dapat menyaingi antusiasme penonton laga ini. Diperkirakan 400 juta orang dari seluruh dunia menyaksikan laga ini.

Kedua tim ini diharapkan bertemu dalam final Piala Champions Eropa tahun ini. Namun kedua tim ini memang masih harus berjuang keras karena sama-sama kalah dalam leg pertama semi final. Real Madrid dikalahkan Bayern Munchen 1-2 di kandang Bayer, sedangkan FB Barcelona dikalahkan FC Chelsea 0-1 di kandang Chelsea. Leg kedua yang akan dilakukan minggu ini akan menjadi  menentukan apakah duel “El Clasico” akan benar-benar terjadi di Allianz Arena, Jerman.

Rivalitas Politis dan Gengsi
El Clasico adalah nama yang diberikan untuk setiap pertandingan sepak bola antara FC Barcelona dan Real Madrid. Pertandingan ini biasanya menjadi bagian yang tidak terelakkan dari berbagai kompetisi,  seperti La Liga Spanyol, atau Copa del Rey (Spanyol).  Kedua tim juga mungkin bertemu dalam Piala Super Eropa, Liga Champions, Liga Eropa, dan juga Piala Super Eropa.

Madrid dan Barcelona adalah dua kota terbesar di Spanyol, dan dua klub ini adalah klub yang berpengaruh di negeri ini. Kedua klub ini juga diidentifikasi sebagai lawan politik. Real Madrid sebagai Kastilian, pemegang pemerintahan Spanyol, dan Barcelona mewakili nasionalisme Catalan, yang kadangkalai diasosiasikan sebagai kaum “pemberontak” pemerintah resmi. Perseteruan memuncak ketika Jenderal Franco, orang Madrid, yang beraliran fasisme, ingin ‘membasmi’ daerah Catalan.

Ketika El Clásico digelar dan dimenangkan Barcelona, seluruh rakyat Catalan menganggapnya sebagai kemenangan dalam pembebasan dari tirani pusat. Sebaliknya jika Real Madrid unggul, ini menjadi kemenangan pemerintah dalam menegakkan kekuasaan.

Tidak hanya gengsi dan latar belakang politis, pertandingan kedua tim di menjadi jaminan panasnya pertandingan ini. Dua tim ini biasanya berada di pucuk klasemen La Liga. Oleh karena itu, hasil dari El Clásico biasanya akan sangat menentukan siapa yang akan merajai liga pada akhir musim. Tiga musim ini Barcelona selalu berada di pucuk klasemen. Namun untuk tahun ini sepertinya Real Madrid yang akan mengambil alih. Kemenangan Madrid atas Barcelona Minggu dini hari kemarin telah memperlebar jarak 7 poin. Jika Madrid memenangi dua kali pertandingan lagi, sudah dipastikan mahkota La Liga tahun ini akan jatuh ke tangan Real Madrid.

Barcelona dan Real Madrid merupakan dua di antara klub-klub terkaya di dunia, dan selalu dihuni oleh pemain-pemain terbaik pula. Ratusan juta euro menjadi harga dari total pemain yang berlaga di dua klub ini.

Terbawa Emosi

Saya sendiri suka dengan klub FC Barcelona karena cara bermainnya. Barcelona selalu memainkan sepakbola menyerang dengan umpan-umpan pendeknya yang kontinyu. Penguasaan bola Barcelona selalu tinggi. Hal ini yang membuat sepak bola enak dilihat. Selain itu, Barcelona mempunyai  akademi sepak bola “La Masia”, yang mendidik tunas-tunas muda, baik lokal maupun bukan, untuk belajar bukan hanya tentang sepak bola tetapi tentang hidup.

Kendati menjadi tim terbaik di dunia, FC Barcelona juga mempunyai kelemahan. Mereka lemah di bola-bola atas dan acap kali keteteran ketika terjadi serangan balik. Dua hal ini biasanya yang membuat Barcelona kalah.

Secara tidak sadar, kesukaan saya terhadap klub ini telah mempengaruhi emosi saya. Memang, jika emosi bermain, sesuatu akan lebih menarik. Setiap kali Barcelona menang saya akan bergembira. Jika kalah atau bahkan seri pun, saya akan merasa kecewa. Yang ingin saya saksikan adalah bahwa cara bermain klub yang saya sukai ini selalu menang.

Mengikuti perjalanan Barcelona di pentas domestik Spanyol untuk musim 2011/2012 dan pentas Eropa ini saya berkesimpulan bahwa sudah banyak klub di Eropa yang hafal dengan cara main Barcelona dan mereka ingin mengalahkan mereka. Kendati cara main Barcelona tetap sama, namun dia tidak selalu memetik kemenangan.

Saya hanya berpikir: kenapa saya harus dibawa dalam emosi yang begitu dalam? Ini hanyalah permainan. Oleh Karena itu, sejak beberapa bulan terakhir, saya berusaha untuk tetap menikmati pertandingan itu dengan meminimalisir “harapan yang terlalu tinggi” pada klub yang saya sukai ini. Dalam laga ini FC Barcelona kalah 1-2 di depan pendukungnya sendiri di Camp Nou. Harapan untuk menjarai La Liga sangat tipis.

Barcelona juga kalah dengan Chelsea di Leg Pertama Liga Champion. Jika hari Rabu (25/4) ini seri, Barcelona tidak akan bisa ke final piala Champion. Namun saya tidak terlalu kecewa dan sedih karena saya sudah berusaha “menyiapkan” hati saya untuk tidak melibatkan emosi sebegitu dalam. Saya ingin belajar dari sikap “Yesus” yang diceritakan oleh Tony de Mello di atas. Apakah ini sebuah “pelarian”? Bukankah ini telah “mengurangi” nikmatnya melihat sepak bola? Saya tidak tahu. Yang jelas, saya tetap merasa OK setiap kali tim kesayangan saya kalah.

Itu yang penting.

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version